ISBN dan hak cipta sebenarnya tidak hanya berlaku untuk buku. Keduanya juga digunakan untuk berbagai karya intelektual lainnya. Namun, dalam konteks akademik, pengurusan ISBN dan hak cipta untuk buku sering menjadi tantangan tersendiri bagi dosen yang ingin menerbitkan buku ajar atau buku referensi.
Tidak sedikit dosen yang akhirnya menunda penerbitan buku hanya karena kurang memahami alur pengurusan ISBN dan HKI. Padahal, kedua aspek ini sangat penting untuk legalitas buku sekaligus menunjang kebutuhan akademik.
Daftar Isi
ToggleMasalah Saat Pengajuan ISBN
Dalam praktiknya, pengajuan ISBN tidak selalu berjalan mulus. Ada beberapa kendala umum yang sering dialami dosen ketika pertama kali menerbitkan buku.
1. Tidak Paham Perbedaan ISBN, E-ISBN, dan Hak Cipta
Banyak dosen mengira ISBN, E-ISBN, dan hak cipta adalah hal yang sama, padahal fungsinya berbeda. ISBN digunakan sebagai identitas buku cetak, sedangkan E-ISBN khusus untuk buku digital seperti e-book. Hak cipta sendiri merupakan perlindungan hukum atas karya intelektual penulis.
Ketidaktahuan ini sering membuat dosen salah langkah saat mengurus penerbitan. Akibatnya, buku sudah terbit tetapi belum memiliki perlindungan hukum yang optimal atau tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi kampus.
2. ISBN Diajukan Mandiri
Sebagian dosen memilih mengajukan ISBN secara mandiri karena mengira prosesnya lebih cepat dan murah. Padahal, tanpa pengalaman dan pemahaman teknis yang cukup, pengajuan mandiri justru berisiko menimbulkan kesalahan administratif.
Pengajuan ISBN melalui penerbit yang kredibel jauh lebih aman karena seluruh proses sudah mengikuti standar nasional. Penerbit profesional juga memastikan metadata buku valid, sehingga ISBN yang terbit dapat digunakan tanpa kendala di kemudian hari.
3. Naskah Ditolak
Masalah lain yang sering terjadi adalah naskah ditolak saat proses pengajuan ISBN. Penolakan biasanya disebabkan struktur buku belum sesuai standar, baik untuk buku ajar maupun buku referensi.
Selain itu, metadata buku yang tidak lengkap, sitasi yang tidak konsisten, serta daftar pustaka yang belum sesuai kaidah akademik juga menjadi alasan umum penolakan. Bagi dosen yang sibuk mengajar dan meneliti, hal ini tentu menjadi beban tambahan.
4. Proses Lama dan Tidak Ada Kepastian Waktu
Beberapa dosen mengeluhkan proses ISBN yang terlalu lama tanpa kejelasan waktu terbit. Kondisi ini sering terjadi ketika bekerja sama dengan penerbit yang kurang transparan dalam alur kerja. Jika penerbit tidak memberikan timeline yang jelas, dosen akan kesulitan menyesuaikan jadwal pelaporan BKD.
Masalah Saat Mengurus Hak Cipta (HKI)
Selain ISBN, pengurusan Hak Cipta atau HKI juga menyimpan tantangan tersendiri. Kesalahan kecil dalam proses ini dapat menyebabkan penolakan atau revisi berulang.
1. Kesalahan Isi Formulir HKI
Formulir HKI terlihat sederhana, tetapi banyak dosen mengisinya tanpa mencermati detail. Kesalahan penulisan judul, jenis ciptaan, atau tahun penerbitan sering menjadi penyebab utama penolakan. Jika hal ini terjadi, proses pengajuan harus diulang dari awal yang tentu akan menghabiskan waktu dan mengganggu fokus dosen dalam menjalankan Tri Dharma perguruan tinggi.
2. Nama Penulis atau Institusi Tidak Sesuai
Masalah lain yang sering muncul adalah ketidaksesuaian nama penulis atau institusi. Misalnya, perbedaan penulisan gelar, urutan penulis, atau afiliasi kampus yang tidak konsisten dengan dokumen pendukung. Bagi penulis yang sering berkolaborasi lintas institusi, kesalahan ini cukup krusial dan harus segera diperbaiki, agar sertifikat hak cipta tidak tertunda atau bahkan tertolak.
3. Tidak Sinkron dengan Kebutuhan BKD dan KUM
Sebagian dosen mengurus HKI tanpa menyesuaikan dengan kebutuhan BKD dan KUM. Akibatnya, dokumen yang sudah terbit tidak dapat digunakan untuk pelaporan atau kenaikan jabatan fungsional.
Padahal, baik ISBN maupun HKI seharusnya saling mendukung dalam aspek administrasi akademik. Tanpa perencanaan yang matang, usaha menerbitkan buku menjadi kurang maksimal.
4. Biaya Tidak Transparan
Biaya pengurusan HKI sering kali menjadi sumber kebingungan. Ada pihak tertentu yang menawarkan jasa murah di awal, tetapi menambahkan biaya lain di tengah proses. Kondisi ini tentu merugikan dosen, terutama jika anggaran penelitian dan publikasi sudah ditentukan.
Mengurus ISBN dan hak cipta seharusnya tidak menjadi beban tambahan bagi dosen yang ingin fokus menulis dan berbagi ilmu. Dengan dukungan penerbit yang profesional, seluruh proses bisa berjalan lebih rapi, aman, dan sesuai standar akademik.
Jika Anda dosen Jakarta atau penulis di Jakarta yang ingin menerbitkan buku tanpa pusing memikirkan ISBN dan HKI, Deepublish Jakarta bisa menjadi solusi layanan penerbitan buku. Sebagai penerbit anggota IKAPI, Deepublish Jakarta memberikan jaminan pengurusan ISBN dan HKI yang jelas dan terpercaya, sehingga Anda bisa lebih tenang dalam menerbitkan karya terbaik Anda.
Sumber:
“Perbedaan ISBN dengan E-ISBN, Wajib Baca!” Pilar Nusantara, 2 Mei. 2025, https://www.pilarnu.com/2025/06/perbedaan-isbn-dengan-e-isbn-wajib-baca.html.
“Mengapa Merek HKI Bisa Ditolak dan Bagaimana Menghindarinya?” Permatamas, 21 Mar. 2025, https://merekhki.com/mengapa-merek-hki-bisa-ditolak-dan-bagaimana-menghindarinya/.
“ISBN dan Hak Penerbitan: Apa yang Perlu Anda Ketahui?.” Penerbit Buku Diandra, 21 Mar. 2025, https://penerbitdiandra.com/isbn-dan-hak-penerbitan-apa-yang-perlu-anda-ketahui/.

