7 Keuntungan Dosen Mengikuti Workshop Penulisan Buku Referensi 

workshop buku referensi

Bagi para dosen yang selama ini merasa kesulitan dalam menulis buku referensi dan mengurus penerbitannya. Maka menjadi pilihan yang tepat jika ikut serta dalam kegiatan workshop penulisan buku referensi. 

Buku referensi menjadi satu diantara beberapa jenis buku pendidikan yang wajib disusun dan diterbitkan dosen di Indonesia. Sebagai sebuah kewajiban, tentunya berlaku untuk semua dosen tanpa terkecuali. Termasuk untuk para dosen yang belum mahir menulis buku. 

Menulis memang bukan bakat bawaan lahir, sehingga bisa dipelajari dan dikuasai siapa saja. Namun, penguasaan keterampilan menulis butuh proses. Sehingga ikut workshop kepenulisan bisa membantu dosen mempercepat penguasaan keterampilan tersebut. 

Sekilas Tentang Buku Referensi 

Sebelum membahas lebih rinci mengenai workshop penulisan buku referensi, maka pahami dulu apa itu buku referensi. Dikutip melalui website resmi Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin (UNISKA). 

Dijelaskan bahwa buku referensi adalah suatu tulisan ilmiah dalam bentuk buku yang substansi pembahasannya fokus pada satu bidang ilmu dan membahas topik yang sangat luas di bidang keilmuan tersebut. 

Buku referensi sering dipandang sama dengan buku monograf, padahal ada perbedaan sangat signifikan. Salah satunya dari seberapa luas topik yang dibahas. Buku referensi membahas banyak topik di satu bidang keilmuan, sementara buku monograf hanya satu topik. 

Buku referensi sama seperti buku monograf dan book chapter yang masuk dalam tugas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sehingga saat menyusun laporan BKD, dosen bisa memasukannya di tugas penelitian maupun pengabdian sesuai kondisi. 

Sebagaimana buku pendidikan lain yang ditulis oleh dosen di Indonesia. Penulisan dan penerbitan buku referensi terikat oleh aturan dan standar yang ditetapkan Ditjen Dikti. Secara umum, buku pendidikan wajib memenuhi kriteria dasar berikut: 

  • Memiliki ISBN 
  • Tebal paling sedikit 40 (empat puluh) halaman cetak 
  • Ukuran : minimal 15,5 cm x 23 cm.
  • Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/Organisasi/Perguruan Tinggi.
  • Isi tidak menyimpang dari falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Sementara untuk kriteria khusus dalam menulis buku referensi adalah sebagai berikut: 

  • Substansi satu bidang ilmu
  • Memenuhi kaidah penulisan ilmiah yang utuh
  • Tebal paling sedikit 40 halaman (15.5 cm x 23 cm)
  • Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/organisasi/PT
  • Memiliki ISBN dan diedarkan (diterbitkan secara luas)
  • Tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945
  • Batas Kepatutan : 1 buku/tahun 
  • Angka Kredit Maksimal : 40. 

Tantangan dalam Menulis Buku Referensi 

Standar menulis dan menerbitkan satu judul buku referensi per tahun terdengar sedikit. Namun ketika praktek di lapangan, tidak sedikit dosen yang butuh waktu lebih dari 12 bulan sampai satu judul selesai. Hal ini sering dialami dosen pemula. 

Fakta di lapangan ini menunjukan jika menulis buku referensi tidak selalu mudah dan tidak layak disepelekan. Sehingga muncul kegiatan workshop penulisan buku referensi yang diselenggarakan sejumlah pihak. 

Dikutip dari berbagai sumber, terdapat banyak tantangan yang menjadi kendala bagi dosen dalam menyusun buku referensi. Berikut beberapa diantaranya: 

  1. Tidak Paham Apa Itu Buku Referensi 

Tantangan pertama yang menghambat kegiatan dosen dalam menulis buku referensi adalah tidak paham mengenai apa itu buku referensi. Jika tidak dipahami, maka bagaimana dosen bisa menulisnya? 

Dosen pemula, biasanya berhadapan dengan tantangan satu ini karena masih asing dengan buku referensi. Sekaligus belum terbiasa dengan semua aturan yang menyertai penulisan dan penerbitannya. 

Inilah alasan kenapa kendala dalam menulis buku referensi sebaiknya tidak ditanggung oleh dosen sendiri. Melainkan dibantu dosen lain dan perguruan tinggi yang menaunginya. Sebab produktivitas dosen menulis buku juga berdampak untuk PT tersebut serta dosen-dosen lain di bawah naungannya. 

  1. Khawatir dengan Standar Buku Referensi 

Tantangan kedua dalam menulis buku referensi adalah ada kekhawatiran tentang standar buku referensi tersebut. Seperti penjelasan di awal, ada sejumlah kriteria wajib dipenuhi agar buku referensi diakui Ditjen Dikti. 

Pada dasarnya, aturan ini berlaku secara nasional dan diterapkan sudah sejak lama. Aktualnya, banyak dosen sudah bisa memenuhi kriteria tersebut. Sehingga hal ini perlu dipandang sebagai pemahaman dasar dan tidak menjadi sumber ketakutan. 

  1. Tidak Percaya Diri Menulis Buku 

Minimnya rasa kepercayaan diri untuk menulis buku referensi juga menjadi tantangan. Rasa percaya diri yang rendah bisa disebabkan oleh banyak hal. Paling mendominasi adalah keterampilan menulis yang masih terbatas. 

Oleh sebab itu, para dosen harus mengasah keterampilan ini. Semakin mahir dalam menulis, semakin mudah bagi dosen untuk percaya diri menulis. Apalagi, kualitas tulisan tidak bisa dinilai sendiri melainkan oleh pembaca. Maka jangan berhenti karena merasa kualitas tulisan kurang bagus. Padahal bisa jadi disukai pembaca. 

  1. Kesulitan Mulai Menulis 

Tantangan menulis buku referensi juga berasal dari kesulitan dosen untuk mulai menulis. Hal terberat seorang penulis memang menyusun kalimat dan paragraf pertama. Selebihnya terasa lebih mudah. 

Dosen yang masih sering menghadapi hal ini tentu selalu khawatir naskah tidak bisa diawali dengan baik. Sehingga menghambat penyelesaian naskah tersebut. Kuncinya sendiri adalah menyadari apa yang menyulitkan dosen menyusun kalimat pembuka. 

Jika merasa ide buntu, ada baiknya membaca buku yang ditulis dosen lain. Tujuannya untuk memahami bagaimana dosen lain mengawali buku karyanya. Supaya bisa diadopsi dan membantu mengatasi masalah ini. 

  1. Minim Waktu untuk Menulis 

Tantangan kelima yang sering dihadapi dosen dalam menulis buku referensi adalah waktu yang minim. Harus diakui, dosen di Indonesia memang berhadapan dengan agenda akademik yang padat. 

Sebab tugas dosen tidak hanya mengajar mahasiswa, tapi juga aktif meneliti dan mengabdi kepada masyarakat. Keisbukan semakin padat jika ada tugas tambahan lewat jabatan struktural. Maka menyulitkan dosen untuk menyediakan waktu khusus menulis buku referensi. 

  1. Diserang Malas dan Bosan 

Menulis buku referensi juga sering membuat dosen berhadapan dengan sifat negatif diri sendiri. Misalnya punya sifat malas, mudah bosan, dan sifat negatif lain. Sifat-sifat ini menjadi faktor internal yang menyulitkan proses menulis buku referensi. 

Maka, penting bagi dosen untuk menyadari sifat diri sendiri yang menjadi tantangan menulis buku referensi. Jika sudah, maka fokus mencari cara untuk mengubah sifat negatif tersebut. 

  1. Sulit untuk Konsisten 

Dalam menulis buku referensi, tidak sedikit yang mendapat tantangan sulit konsisten. Misalnya tidak bisa menulis lebih dari dua minggu. Lambat laun menjadi sebulan, dan seterusnya. 

Konsistensi dalam menulis sangatlah penting, bahkan meski hanya 30 menit seminggu sudah lebih baik. Hal ini tentu memunculkan kesadaran untuk dosen menyiapkan waktu khusus dalam menulis. Hindari menunggu waktu luang, tapi memang sengaja ada waktu khusus. 

Workshop sebagai Solusi Kesulitan Menulis Buku Referensi 

Pernahkah Anda mengalami salah satu atau beberapa tantangan menulis buku referensi tersebut? Jika dialami, maka jangan menunggu waktu untuk selesai begitu saja. Sebab beberapa tantangan ini memang bisa diselesaikan dengan upgrade diri. 

Salah satunya dengan mengasah keterampilan menulis agar lebih mudah menghadapi semua tantangan. Ada banyak cara bisa dilakukan dosen untuk mengasah keterampilan menulis. 

Paling dianjurkan adalah dengan mengikuti kegiatan workshop penulisan buku referensi. Kenapa? Meskipun belajar menulis buku referensi sangat mungkin dilakukan secara otodidak. Aktualnya, ada lebih banyak keuntungan didapatkan jika dipelajari lewat workshop. 

Berikut adalah beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dosen jika aktif mengikuti workshop penulisan buku referensi: 

  1. Lebih Eksklusif 

Keuntungan yang pertama adalah lebih eksklusif. Pertama, dilihat dari jumlah peserta yang biasanya terbatas. Apalagi jika penyelenggaranya adalah sebuah perguruan tinggi. Maka peserta hanya dosen yang dinaungi PT tersebut. 

Semakin sedikit jumlah peserta, semakin mudah mentor memberi bimbingan sesuai kapasitas peserta. Hasil workshop tentu lebih maksimal dibanding yang diikuti puluhan sampai ratusan dosen sekaligus. 

Kedua, topik workshop lebih spesifik yang tentu disesuaikan kebutuhan dosen. Biasanya kebijakan pihak penyelenggara akan menentukan topik sesuai kebutuhan dosen di bawah naungan mereka. Sehingga materi workshop dijamin tepat manfaat. 

Eksklusivitas ini membuat workshop sama bagusnya dengan les privat. Materi lebih sesuai kebutuhan dan hasil kegiatan pun lebih optimal. Sehingga proses belajar apa itu buku referensi dan bagaimana menulisnya lebih mudah. 

  1. Dosen Leluasa Bertanya 

Keuntungan kedua jika mengikuti workshop penulisan buku referensi adalah dosen bisa leluasa bertanya. Tentunya bertanya kepada mentor mengenai hal apapun yang berkaitan dengan topik buku referensi. 

Jadi, pada saat dosen merasa ada kesulitan dan tidak menemukan solusi usai melakukan pencarian di berbagai media. Maka bisa ditanyakan ke mentor. Jika mentor ada kesulitan menjawab, maka peserta bisa saling sharing dan memberikan jawaban terbaik. 

Inilah alasan kenapa belajar menulis lewat workshop lebih efektif. Sebab peserta workshop leluasa bertanya mengenai masalah yang dihadapi dan solusinya. Hal ini membuat hasil workshop lebih optimal dibanding belajar secara otodidak. 

  1. Didampingi dan Dibimbing Mentor Langsung 

Workshop penulisan buku referensi membantu dosen mendapat bimbingan dan dampingan mentor secara langsung. Dalam kegiatan workshop, dosen bisa mendapatkan arahan sampai masukan terkait penulisan buku referensi. 

Jika ada kesulitan, maka bisa meminta saran solusi kepada mentor tersebut. Jika ada yang tidak paham, bisa ditanyakan langsung sampai memperoleh jawaban sesuai harapan. Hal ini tentu tidak akan didapatkan saat belajar menulis secara mandiri. 

Adanya mentor juga memastikan kualitas dan kredibilitas materi terjamin. Jika belajar menulis secara otodidak, bisa jadi materi sudah usang dan sumber tidak kredibel. Apalagi kebijakan di dunia pendidikan mudah sekali berubah. Maka dampingan mentor berpengalaman dan ahli di bidangnya sangat diperlukan. 

  1. Akses Layanan Lain yang Disediakan Mitra 

Jika dosen ikut serta dalam kegiatan workshop penulisan buku referensi. Maka ada kesempatan untuk mengakses layanan yang disediakan oleh mitra yang digandeng PT untuk menyelenggarakan workshop tersebut. 

Misalnya, sebuah PT menggandeng Penerbit Deepublish untuk menggelar workshop penulisan. Maka dosen yang menjadi peserta bisa menjadi konsumen prioritas di Penerbit Deepublish. 

Selain itu juga mendapatkan harga khusus untuk sejumlah jasa yang ditawarkan Penerbit Deepublish. Hal ini tentu menjadi nilai tambah yang membantu dosen mendapatkan fasilitas lebih untuk menunjang kegiatan menulis dan mengurus penerbitannya. 

  1. Lebih Ekonomis 

Mengikuti workshop penulisan buku referensi tentu tidak gratis. Namun, harus diakui jika diselenggarakan oleh kampus sendiri. Maka biaya yang dikeluarkan lebih ekonomis, bahkan bisa gratis. 

Biasanya, kampus atau PT akan menjalin kemitraan sehingga biaya penyelenggaraan workshop lebih ekonomis. Hal ini akan membantu kampus tersebut membebaskan biaya kepada para dosen yang menjadi peserta workshop. 

Jadi, dibanding harus mencari workshop dari penyelenggara lain dan keluar biaya tidak sedikit. Ada baiknya mendorong kampus sendiri menjadi penyelenggara, sehingga dosen bisa berhemat dan fokus mengalokasikan biaya ke kegiatan akademik lain. 

  1. Wawasan dan Keterampilan Menulis Bertambah 

Tujuan utama dari workshop penulisan buku referensi adalah mengasah keterampilan dosen dalam menulis buku referensi. Dalam prosesnya, dosen juga akan belajar materi mengenai seluk-beluk cara menulis buku. 

Sehingga keterampilan menulis dosen bisa berkembang. Disusul pula dengan berbagai wawasan tambahan tentang penulisan buku referensi. Misalnya tips dan trik memilih ide tulisan, cara mengembangkan kerangka, mencari referensi kredibel, dan sebagainya. 

Jadi, ilmu dan wawasan yang didapatkan setelah mengikuti workshop tidak sebatas pada paham buku referensi dan aturan yang menyertainya. Tapi juga ikut mengasah berbagai keterampilan yang bermanfaat bagi dosen untuk menjalankan kewajiban akademik. 

  1. Mengembangkan Jaringan 

Keuntungan tambahan yang juga sama berharganya dengan keterampilan menulis, adalah mengembangkan jaringan yang dimiliki dosen. Meskipun sangat mungkin dosen bisa mengenal semua rekan sejawat di satu perguruan tinggi. 

Namun, ada kalanya hanya sekedar kenal, tahu namanya dosen tersebut, dan sesekali bertegur sapa. Tapi tidak ada proses mengenal lebih dalam satu sama lain dan tidak ada rencana melakukan kolaborasi. 

Menjadi peserta workshop penulisan buku referensi bisa membantu dosen mengenal dosen lain di satu naungan institusi yang sama. Sehingga mendorong kolaborasi dengan rekan sejawat di satu institusi di masa mendatang. 

Jiak workshop ini juga diikuti dosen lintas perguruan tinggi. Maka jaringan yang didapatkan para peserta bisa lebih luas lagi. Kesempatan kolaborasi penelitian, publikasi ilmiah, pengabdian, dll bisa lintas perguruan tinggi. 

Bagaimana Cara Dosen Menggelar Workshop Penulisan Buku Referensi? 

Dosen yang tertarik mengikuti kegiatan workshop penulisan buku referensi tidak harus menunggu. Sebab bisa juga menyelenggarakan workshop itu sendiri dengan dukungan perguruan tinggi. 

Bagaimana jika perguruan tinggi kesulitan menggelar workshop tersebut? Maka dosen bisa menyarankan untuk menjalin kolaborasi dengan pihak eksternal. Salah satunya bersama Penerbit Deepublish Jakarta yang membuka program bertajuk Kerjasama Institusi. 

Program Kerjasama Institusi adalah program dari Penerbit Deepublish Jakarta untuk memberi peluang bagi perguruan tinggi di Indonesia menjalin kemitraan dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan akademik. 

Seperti workshop kepenulisan, webinar, pengadaan buku, penerbitan buku para dosen, dan lain sebagainya. Jadi, dengan menggandeng Penerbit Deepublish Jakarta, para dosen bisa menyelenggarakan workshop sendiri dan bisa dilakukan kapan saja. 

Kerjasama bisa diajukan secara online melalui website resmi Penerbit Deepublish Jakarta. Maupun datang langsung ke kantor untuk bertemu langsung dengan tim, khususnya bagi dosen yang berada di Jakarta dan sekitarnya agar leluasa konsultasi dan bertanya-tanya. Sehingga tidak perlu jauh-jauh datang ke Yogyakarta. 

Penerbit Deepublish Jakarta siap membantu penyelenggaraan workshop penulisan buku referensi. Sehingga bisa meningkatkan produktivitas dosen menulis dan menerbitkan buku referensi untuk meningkatkan skor akreditasi BAN-PT. 

Informasi lebih rinci mengenai program Kerjasama Institusi dari Penerbit Deepublish Jakarta bisa mengunjungi tautan https://jakarta.penerbitdeepublish.com/kerja-sama-institusi-workshop-penerbitan-percetakan

Jika memiliki pertanyaan atau ingin sharing pengalaman berkaitan dengan topik workshop penulisan buku referensi dalam artikel ini. Jangan ragu menuliskannya di kolom komentar. Klik juga tombol Share untuk membagikan artikel ini ke orang terdekat Anda. Semoga bermanfaat. 

Bagikan artikel ini melalui

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Cari Artikel Lainnya